tirto.id - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan bahwa penyelenggara pemilu di daerah harus menunjukkan sikap independensinya dari cabang kekuasaan manapun. Untuk itu, ICW menilai tim seleksi KPU dan Bawaslu daerah perlu terbebas dari intervensi politik.
"Ruang negoisasi antara peserta dan penyelenggara pemilu harus benar-benar ditutup. Poin profesionalitas merujuk pada kemampuan penyelenggara pemilu untuk menyelenggarkan pesta demokrasi yang berlandaskan pada peraturan perundang-undangan," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Minggu (16/10/2022).
Menurut Kurnia Pasal 17 ayat (3) jo Pasal 22 ayat (3) UU Penyelenggara Pemilu menyatakakn penyelenggara pemilu melibatkan pihak lain yang kental dengan nuansa politik, yakni kepala daerah dan anggota legislatif. Sehingga benar-benar diperlukan seleksi yang ketat agar terbentuk penyelenggara pemilu, khususnya di daerah yang terbebas dari intervensi politik.
"Dikaitkan dengan kontestasi elektoral pada Pemilu Serentak 2024 mendatang, bukan tidak mungkin dua cabang kekuasaan itu memilih anggota tim seleksi yang dapat membuka ruang negoisasi. Selain hal tersebut, regulasi itu juga membuka kesempatan bagi KPU untuk mengajukan dua kandidat tim seleksi," kata Kurnia.
Untuk itu, proses penentuan nama-nama yang diajukan oleh KPU RI harus dapat dipertanggungjawabkan dan mengakomodir keterlibatan masyarakat dengan membuka ruang partisipasi, misalnya, penelusuran rekam jejak calon tim seleksi. Hal yang sama juga ditujukan kepada Bawaslu.
Kurnia menyebut keterlibatan masyarakat, utamanya dalam kegiatan uji kelayakan dan kepatutan diatur sebagaimana dalam Pasal 21 ayat (1) UU Penyelenggara Pemilu harus terselenggara dengan baik.
"Bahkan, sebelum proses itu berjalan, baik KPU maupun Bawaslu dapat menghimpun terlebih dahulu informasi dari masyarakat agar selanjutnya bisa dijadikan bahan pertimbangan saat menggelar uji kelayakan dan kepatutan," katanya.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Bayu Septianto